Society 5.0 dalam Lensa Pembangunan Berkelanjutan
Ada suatu persamaan dan perbedaan antara konsep dan ruang lingkup yang dibicarakan dalam mindset industry 4.0 dan society 5.0, yakni bagaimana prediksi kehidupan antara manusia yang berdampingan dengan produk teknologi (seperti robot, AI, cyber-physical system) semakin tak terelakkan. Akan tetapi Jepang telah memberikan jawaban atas konsep nasionalnya di dalam menghadapi hembusan industry 4.0 ini, dengan merepresentasikan Society 5.0 sebagai era di mana manusia tetap ditempatkan dalam posisi yang tidak harus “mengalah” dengan bahasa humanis di mana teknologi dapat menolong atau melengkapi manusia di dalam kehidupan sehari-hari dengan tidak terbatas pada kalangan profesional maupun industri.
![]() |
| Sumber : Dokumentasi pribadi |
Dengan konsep Society 5.0, Jepang seolah
menjelaskan pula bahwa faktor demografinya yang secara umum mungkin menjadi major
concern, mampu dijawab oleh Jepang bahwa hal tersebut bukanlah menjadi
penghalang bagi negaranya untuk terus maju dan berkembang. Jepang dengan ciri
khas adat ke-Timur-annya mencoba menjelaskan kepada dunia, bahwa produktivitas
dalam hal industri bukanlah satu-satunya yang menjadi perhatian mereka. Dengan
konsep ini, Jepang menjelaskan konsep yang lebih holistik dan humanis bahwa perkembangan teknologi seharusnya memberikan solusi,
bukan membuahkan kekhawatiran baru apalagi menjadi sesuatu hal yang dapat
memberikan efek buruk bagi masyarakatnya, sebagaimana kekhawatiran pada
pergeseran tenaga manusia dengan teknologi.
Sudah saatnya Indonesia lebih memperhatikan apa
yang sebenarnya menjadi keluh kesah dan kebutuhan masyarakatnya di tengah
perkembangan ekonomi yang telah mengalami fase baru akibat adanya pandemi
Covid-19. Dengan segala keragaman di Indonesia,
saya yakin Indonesia mampu menunjukkan kesiapannya di dalam memahamkan konsep
baru industry 4.0 ini dengan
lebih inklusif kepada masyarakat, sehingga kekhawatiran gap dalam hal
hubungan manusia akibat pergeseran kebutuhan akan SDM menjadi sesuatu hal yang
dapat dihindari.
Dengan berefleksi pada situasi di atas, kajian
terhadap industry 4.0 ini rasanya
menjadi sangat menarik jika dikaitkan dengan karakteristik suatu negara,
khususnya terkait dengan masalah jumlah penduduk dan demografinya. Indonesia
harus mempertimbangkan bahwa mungkin saja suatu hal cocok diterapkan di suatu
negara, tetapi kurang atau tidak cocok diterapkan di negara lain. Di sinilah
yang menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mencari jawaban sendiri (bukan
semata-mata meniru kebijakan negara lain) dengan memahami segala potensi
intrinsik dan ekstrinsik manusianya di dalam menjawab berbagai tantangan industry
4.0.

Komentar
Posting Komentar